Tuesday, October 13, 2015

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS



MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Pertusis (batuk rejan) adalah penyakit saluran pernapasan akut.Penyakit ini biasa ditemukan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapas-an akut lainnya,pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit tersebut dapat merupakan salah satu penyebab tinggi-nya angka kesakitan terutama di daerah padat penduduk.Sirkulasi bakteripertusis di daerah padat penduduk di Indonesia belum di-ketahui secara pasti.Penyakit inidapat dicegah dengan imunisasi DPT. Vaksinasi pertusis lebih efektif dalam melindungi terhadap penyakit daripada melindungi infeksi.Perlindungan yang tidak lengkap terhadap penyakit pada anak yang telah divaksinasi dapat menurunkan keganasan penyakit.Infeksi alam memberi kekebalan mutlak terhadap pertusis selama masa kanak-kanak, sedangkan perlindungan akibat imunisasi kurang lengkap karena masih ditemukan pertusis pada anak yang telah mendapatimunisasi lengkap walaupun dengan gejala ringan. Proporsi populasi yang rentan terhadappertusis ditentukan oleh: tingkatkelahiran bayi, cakupan imunisasi, efektivitas vaksinyangdigunakan, insiden penyakit dan derajat penurunan kekebalan setelah imunisasi atau sakit.
Diseluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setenah juta meniggal.selama masa prafaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak dibawah usia 14 tahun di America serikat. Penggunaan vaksin pertusis yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang dramatis insiden penyakit yang tinggi di Negara-negara sedang berkembang dan maju. Di America penerapan kebijakan yang lemah sebagia  n menyebabkan naiknya insiden pertusis pertahun sampai 1,2 kasus/100000 populasi dari tahun 1980-1989 dan pertusis dibanyak Negara bagian
Pada tahun 1989-1990 dan 1993.Lebih dari 4500 kasus yang dilaporkan pada pusat pengendalian dan pencegahan penyakit pada tahun 1993 merupakan insiden tertinggi sejak tahun 1967. Masa pravaksinasi dan dinegara-negara seperti jerman, swedia dan Italy dengan imunisasi terbatas,insiden puncak pertusis adalah pada anak umur 1-5 tahun, bayi sebelum umur 1 tahun meliputi kurang dari 15% kasus. Sebaliknya hamper 5000 kasus pertusis dilaporkan di America serikat selama tahun 1993, 44% berumur sebelum 1 tahun, 21% berumur antara 1-4 tahun, 11% berumur 5-9 tahun, dan 24% berumur 12 tahun atau lebih. Untuk mereka yang berumur sebelum 1 tahun,79% sebelum umur 6 bulan dan manfaat sedikit dari imunisasi. Anak dengan pertusis antara 7 bulan dan 4 tahun kurang terimunisasi. Proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa dengan pertusis naik secara bersama, kurang dari pada 20% pada masa pravaksinasi sampai 27 % pada tahun 1992-1993. Pengendalian sebagian dengan vaksinasi telah menimbulkan epideniologi pertusis sekarang di America serikat dan menyebabkan kerentanan kelompok umur yang belum pernah terkena sebelumnya. Tanpa terinfeksi alamiah dengan B.pertusis atau vaksinasi booster berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa rentan terhadap penyakit klinis yang terpajan, dan ibu hanya memberikan sedikit proteksi pasif pada bayi muda.pengamatan yang terakhir memberi koreksi pada pendapat lama bahwa ada sedikit proteksi transplasenta terhadap pertusis.

B.     TUJUAN
1.      Memahami definisi pertusis
2.      Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
3.      Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
4.      Mengetahui manifestasi klinis dari pertusis
5.      Mengetahui pemeriksaan diagnostik terjadinya pertusis
6.      Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
7.      Merumuskan  asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi  pengkajian,diagnosis, intervensi


BAB II
KONSEP DASAR


A.  DEFINISI
       Pertusis adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis.Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan, batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
       Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)
       Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)

B.  PATOFISIOLOGI
       Penularan terutama melalui saluran pernafasan, di mana Bordetella pertusisakan terikat pada silia epitel saluran pernafasan. Bordetella pertusis tidak memasuki jaringan sehingga tidak dijumpai dalam darah. Setelah mikroorganisme terikat pada sillia, maka fungsi sillia akan terganggu sehingga aliran mukus/lendir terhambat dan terjadi pengumpulan lendir. Adanya organisme ini pada permukaan saluran pernafasan dapat terlihat dari bertambahnya sekret mukus.Dan lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan empisema dan atelektasis.

C.  ETIOLOGI
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak  bergerak,  dan ditemukan  dengan  melakukan  swab  pada  daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)

Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1.      Berbentuk batang (coccobacilus).
  1. Tidak dapat bergerak.
  2. Bersifat gram negatif.
  3. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
  4. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
  5. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
  6. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin
Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
1.         Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2.         Endotoksin (lipopolisakarida)
D.       MANIFESTASI KLINIS
  Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1.    Stadium Kataralis
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam ringan.Stadium ini menyerupai influenza.
2.    Stadium spasmodic
Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik.Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental.Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva  dan  epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka lebar.
3.    Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh.Jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali.

E.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Spuntum

F.        PENATALAKSANAAN
1.    Antibiotik
a.     Eritromisin dengan dosis 50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-6 hari (rata-rata 3-6 hari), dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.
b.    Ampisilin dengan dosis 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
c.    Lain-lain, seperti rovamisin, kloramfenikol, kotrimoksasol, tetrasiklin, ekspektoran dan mukolitik, kodein (diberikan bila terdapat batuk-batuk yang berat, dan luminal (sebagai sedatif)
2.    Imunoglobulin diberikan bila diperlukan.
3.    Pencegahan dengan imunisasi.
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif.Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri dan tetanus.Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis:
1.    Panas lebih dari 33ºC.
2.    Riwayat kejang.
3.    Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
4.    Terapi Suportif
5.    Hindari makanan yang sulit ditelan.
6.    Lingkungan perawatan penderita yang tenang.
7.    Pemberian jalan nafas.


G.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a.         Data Dasar Pengkajian Pasien
-       Aktivitas/istirahat
Gejala: batuk panjang, kelelahan, demam ringan
Tanda: sesak, kelelahan otot dan nyeri
-       Makanan/cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual/muntah, penurunan BB.
Tanda: turgor kulit buruk, penurunan massa otot.
-       Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
-       Integritas ego
Tanda: gelisah
-       Pernafasan
Gejala : batuk, tarikan nafas panjang.
Tanda : muka merah, sianotik
b.         Pemeriksaan diagnostik
-       Pemeriksaan sputum

Pengelompokan Data :
  Data Subyektif
Data Obyektif
-   Pasien mengeluh batuk
-Pasien mengeluh nyeri pada dadanya
-Pasien mengeluh sesak

-   Suhu badan meningkat
-   Penurunan berat badan
-   Turgor kulit buruk
-   Mual-muntah
-   Nafsu makan hilang
-   Pasien tampak gelisah



H.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)  Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan penumpukan secret
2)  Pola napas tidak efektif b/d dispnea
3)   Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang
4)   Ganggaun pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan muntah yang lebih dan anoreksi.

I.          RENCANA KEPERAWATAN
1.        Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan penumpukan secret
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, status ventilasi saluran pernafasan baik
Kriteria Hasil   :
1. Keluarga mampu mengetahui ttg sakit yang dialami anaknya
2.  Px mengungkapkan pernafasan menjadi mudah
3.  Px mampu melakukan batuk efektif
4.  Rata-rata pernafasan normal(16-24x/mnt)
Intervensi       :
1.  Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada dan/ cairan paru
2. Auskultasi area paru.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi pada respon terhadap pengumoulan cairan, secret .
3. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten.Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan kuat.
4.  Pengisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
6.  Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko keparahan
2.  Pola napas tidak efektif b/d dispnea
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien menunjukkanpola napas efektif
Kriteria hasil                  :
1. Keluarga mampu mengerti ttg sesak yg dialami anaknya
2.  Px mengungkapkan  sesak berkurang
3.  Px mampu melakukan napas dalam
4.   Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi         :
1. kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal /hanya tanda EP subakut).Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi tergantung derajat gagal napas.Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada pleuritik.
2.  Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan
3.  Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
4.  Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan berlebihan
5.  Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral atau naso trakeal bila diindikasikan.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
6.  Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3.  Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1. Keluarga mengerti ttg penyebab kekurangan cairan
2. Px mengungkapkan sudah tidak merasa dehidrasi
3.  Px sudah Nampak tidak lemah
4. Turgor kulit membaik, membrane mukosa baik
Intervensi :
1. Observasi turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir dan lidah)
R/ indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan
2.  Pantau masukan dan haluaran,catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
3. Catat cairan Intake dan Output
R/untuk mengetahui keseimbangan cairan
4.  Berikan dan anjurkan untuk memberikan minum sesering mungkin
R/ Mengurangi tingkat dehidrasi
5.  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi cairan
R/ Untuk mengatasi rehidrasi yang dialami pasien
8.      Ganggaun pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan muntah yang lebih dan anoreksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
1.    Keluarga mengerti ttg pentingnya nutrisi
2.    Px mengungkapkan nafsu makannya bertambah
3.    Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan  porsi yang   dibutuhkan / diberikan,
4.    BB meningkat, membrane mukosa lembab
Intervensi  :
1. Kaji keluhan muntah dan anoreksia yang dialami klien.
Rasional :Mengetahui / menetapkan cara menentukan tindakan perawatan dan  caramengatasinya.
2.Berikan makanan yang tidak terlalu asin dan makanan yang tidak digoreng.
Rasional:  Makanan yang asin dan digoreng dapat meerangsang batuk.
3. Berikan makanan / minuman setiap habis batuk dan muntah.
Rasional :Pemberian makanan dan minuman setelah batuk dan muntah membantu memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.  Catat jumlah / porsi       makanan yang dihabiskan oleh klien.
Rasional :Mengetahui sejkauh mana pemenuhan nutrisi klien.
5.  Timbang BB klien tiap hari.
Rasional :  Mengetahui status gizi klien.
6.  Hindarkan pemberian makanan yang sulit ditelan
Rasional : Makanan cair atau lunak menghindari adanya aspirasi.
7.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberiaan nutrisi parenteral.
Rasional :Nutrisi parenteral sangan dibutuhkan oleh klien terutama jika intake peroral  sangat minim.


J.         EVALUASI
a.    Pasien mengungkapkan pernafasan menjadi mudah
b.    Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
c.    Turgor kulit membaik, membrane mukosa baik
d.   Px mengungkapkan nafsu makannya bertambah
e.    Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan  porsi yang   dibutuhkan / diberikan,
f.     BB meningkat, membrane mukosa lembab


 


BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :
1.    Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)
  1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis.
  2. Manifestasi klinik dari pertusi dibagi menjadi 3 tahap yaitu stadium kataralis,stadium spasmodic,stadium konvalesensi
  3. Patofisiologi pertusis: Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri Bordetella pertusis. Perubahan inflamasi dipandang sebagai organisme proliferasi di mukosa sepanjang saluran pernafasan, terutama di dalam bronkus dan bronkiolus, mukosa yang padat dan disusupi dengan neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket dan leukosit di lumina bronkial. gumpalan basil terlihat dalam silia epitel trakea dan bronkial, di bawahnya yang ada nekrosis dari apithelium basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di saluran pernapasan
  4. Pemeriksaan penunjang dari pertusis adalah pembiakan lendir hidung dan mulut, pembiakan apus tenggorokan dan  pembiakan darah lengkap
  5. Penatalaksanaan dari pertusis adalah terapi kausal: antimikroba,salbutamol,globulin imun pertusis dan terapi suportif (Perawatan Pendukung).
  6. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.

DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,  Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta :Salemba Medika
Ngastiah.2005.Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta:EGC
Suriadi, dan Yuliani Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1.Jakarta : PT Fajar Interpratama.

1 comment: