Makalah Asuhan Keperawatan HIV
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran
darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu
dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah
menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama
kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa
diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih
dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4
dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2
juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut
laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang
dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012
menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang
sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia
yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara
peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya
tertinggi di Asia.
- Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi AIDS.
2.
Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS
3.
Untuk mengetahui cara penularan AIDS
4.
Untuk mengetahui manifestasi klinis pada
klien AIDS
5.
Untuk mengetahui patofisiologi AIDS
6.
Untuk mengetahui pathway AIDS
7.
Untuk mengetahui komplikasi klien dengan
AIDS
8.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
pada klien AIDS
9.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis,
keperawatan dan diet pada klien AIDS
BAB
II
PEMBAHASAN
- DEFINISI
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang
dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau
kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis
tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
- ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut
virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati
(LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.
Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA)
setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode
sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi
struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,
Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada
HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan
duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi
virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan
Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis
tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1. Cara Penularan
Cara penularan AIDS (
Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
· Transfusi darah yang mengandung HIV,
risiko penularan 90-98%
· Tertusuk jarum yang mengandung HIV,
risiko penularan 0,03%
· Terpapar mukosa yang mengandung
HIV,risiko penularan 0,0051%
· Transmisi dari ibu ke anak :
a. Selama kehamilan
b. Saat persalinan, risiko penularan 50%
c. Melalui air susu ibu(ASI)14%
- PATOFISIOLOGI
Penyakit
AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10
minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh
tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target
dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel
yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada
limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat
di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang
memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik),
yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang
terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama
beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak
800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa
menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di
dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu
meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter
dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika
kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.
Infeksi HIV juga
menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan
antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami
penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai
infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit
CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk
ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi
terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period).
Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan,
namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS
yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang
lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
- TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS
sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :
Panas lebih dari 1 bulan,
Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri
menelan,
Badan menjadi kurus
sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar
getah bening,
Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman
penglihatan,
Bercak ungu kehitaman
di kulit.
Gejala penyakit AIDS
tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala
penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat
disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala
bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku
yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas
punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit
seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan
lesi oral.
Dan disaat fase infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas
dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu
mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah
bening, dan bercak merah ditubuh.
2.Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh
pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil
positif.
3.Radang kelenjar getah
bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening
diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
- MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infeksi
HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV),
infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV
dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif
Mansjoer, 2000 )
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja
infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam,
pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti
morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian
pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain
Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien
tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan
jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4
berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia
bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan
tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah
CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya
infeksi oportunistik berat atau keganasan
.
- KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien
dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
7. Sarcoma Kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang
terkena HIV)
- PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic
untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi
oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang
memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda
infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar,
pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah
limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan
antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein purufied
derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,
hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada
pemeriksaan follow up diperiksa jumlah
CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila
jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan
profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak
tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan
pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan
memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia
peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer)
untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
- PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan
menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
b.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987)
untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru
yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4
dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun
dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
2. Diet
Penatalaksanaan diet
untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS
adalah:
· Memberikan intervensi
gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada
semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
·Mencapai dan
mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama
jaringan otot (Lean Body Mass).
·Memenuhi kebutuhan
energy dan semua zat gizi.
· Mendorong perilaku
sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS
adalah:
·Mengatasi gejala
diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
·Meningkatkan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara
gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan
menelan.
·Mencapai dan
mempertahankan berat badan normal.
·Mencegah penurunan
berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
·Memberikan kebebasan
pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan
jenis terapi yang diberikan.
c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
·Energi tinggi. Pada
perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan
kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu
1°C.
·Protein tinggi, yaitu
1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak.
Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan
ginjal dan hati.
·Lemak cukup, yaitu 10
– 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi
pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai
sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3)
diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
·Vitamin dan Mineral
tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG),
terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium.
Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan
tubuh.
·Serat cukup; gunakan
serat yang mudah cerna.
·Cairan cukup, sesuai
dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian
cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai.
Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
· Elektrolit.
Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium
dan klorida).
·Bentuk makanan
dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan
cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien.
Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian
makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
·Makanan diberikan
dalam porsi kecil dan sering.
· Hindari makanan yang
merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.
d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan
pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
a)
Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b)
Infeksi HIV dengan gejala (misalnya
panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar
getah bening).
c)
Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d)
Infeksi HIV dengan TBC.
e)
Infeksi HIV dengan kanker dan HIV
Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien
AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan
parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin.
Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu
Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan
kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan
menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan
selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3
jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau
dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat
dibuat sendiri atau menggunakan makanan
enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat
besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat
ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan
sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan
dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya
dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan
makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan
sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV
tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan
makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai
makanan tambahan atau makanan utama.
- ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
- Aktivitas / istirahat.
Mudah
lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
- Sirkulasi.
Takikardia
, perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
- Integritas ego.
Alopesia
, lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
- Elimiinasi.
Feses
encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.
- Makanan / cairan.
Disfagia,
bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi
yang buruk, dan edema.
- Neurosensori.
Pusing,
kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
- Nyeri / kenyamanan.
Sakit
kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak,
dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
- Pernafasan.
Batuk,
Produktif / non produktif, takipnea,
distres pernafasan.
- Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.
Diagnosa, intervensi
dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah
1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan
dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan
denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang
diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah
rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji keluhan nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal
misalnya gelisah, takikardia, meringis.
Mengindikasikan
kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
Instruksikan pasien
untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas
dalam.
Meningkatkan relaksasi
dan perasaan sehat.
Dorong pengungkapan
perasaan
Dapat mengurangi
ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
Berikan analgesik atau
antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesia 24 jam.
Memberikan penurunan
nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu
24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah
kekurangan atau kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan
paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi
atau menurunkan tegangan otot.
2. Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal
ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut,
bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang diharapkan :
mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan
yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan
nitrogen positif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan
tingkat energy.
INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk
mengunyah, perasakan dan menelan.
Lesi mulut, tenggorok
dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk
mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
Rencanakan diet dengan
orang terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan
yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam dan
juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan
berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan
Melibatkan orang
terdekat dalam rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin
meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin
juga meningkatkan pemasukan.
Batasi makanan yang
menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang
susah untuk ditelan
Rasa sakit pada mulut
atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan
pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan
pemasukan makanan.
Tinjau ulang
pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar, elektrolit,
protein, dan albumin.
Mengindikasikan status
nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
Berikan obat anti
emetic misalnya metoklopramid.
Mengurangi insiden
muntah dan meningkatkan fungsi gaster
3. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diare berat
Hasil yang
diharapkan : mempertahankan
hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda
vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau pemasukan oral
dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
Mempertahankan
keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah
diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan
yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.
Meningkatkan pemasukan
cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi
pada mulut.
Kaji turgor kulit,
membrane mukosa dan rasa haus.
Indicator tidak
langsung dari status cairan.
Hilangakan makanan yang
potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan berselang
jika dibutuhkan
Mungkin dapat
mengurangi diare
Nerikan obat-obatan
anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric.
Menurunkan jumlah dan
keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis.
4.
Diagnosa keperawatan : resiko tinggi
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak
seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil
yang diharapkan : mempertahankan
pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru
yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi
adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.
Memperkirakan adanya
perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,
Catat kecepatan
pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea,
ansietas
Takipnea, sianosis,
tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan
pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi
medis
Tinggikan kepala tempat
tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.
Meningkatkan fungsi
pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan
karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng
dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau
ventilasi mekanis
Mempertahankan
oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan
5.
Diagnose keperawatan :
Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang
diharapkan : melaporkan
peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam
tingkat kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji pola tidur dan
catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku
Berbagai factor dapat
meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan
Rencanakan perawatan
untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat
berenergi
Periode istirahat yang
sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi.
Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi,
sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk
melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi,
berjalan, pergi makan
Memungkinkan
penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih
aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
Pantau respon
psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau
jantung
Toleransi bervariasi
tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan,
dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik
atau okupasi
Latihan setiap hari
terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan tonus otot
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3.
Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah (
transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung
AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
DAFTAR
PUSTAKA
Heri.”Asuhan
Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.
com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)
Istiqomah,
Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,(Online)
,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html,
diakses 20 Oktober 2012)
Mansjoer, Arif . 2000 .
Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn
, Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price
, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit . Jakarta : EGC
There are some natural remedies that can be used in the prevention and eliminate diabetes totally. However, the single most important aspect of a diabetes control plan is adopting a wholesome life style Inner Peace, Nutritious and Healthy Diet, and Regular Physical Exercise. A state of inner peace and self-contentment is essential to enjoying a good physical health and over all well-being. The inner peace and self contentment is a just a state of mind.People with diabetes diseases often use complementary and alternative medicine. I diagnosed diabetes in 2000. Was at work feeling unusually tired and sleepy. I borrowed a glucometer from a co-worker and tested at 760. Went immediately to my doctor and he gave me prescription like: Insulin ,Sulfonamides, but I could not get the cure rather to reduce the pain and brink back the pain again. I found a woman testimony name Comfort online how Dr Akhigbe cure her HIV and I also contacted the doctor and after I took his medication as instructed, I am now completely free from diabetes by doctor Akhigbe herbal medicine.So diabetes patients reading this testimony to contact his email drrealakhigbe@gmail.com or his Number +2348142454860 He also use his herbal herbs to diseases like:SPIDER BITE, SCHIZOPHRENIA, LUPUS,EXTERNAL INFECTION, COMMON COLD, JOINT PAIN, BODY PAIN, EPILEPSY,STROKE,TUBERCULOSIS ,STOMACH DISEASE. ECZEMA, PROGERIA, EATING DISORDER, LOWER RESPIRATORY INFECTION, DIABETICS,HERPES,HIV/AIDS, ;ALS, CANCER , MENINGITIS,HEPATITIS A AND B, THYROID, ASTHMA, HEART DISEASE, CHRONIC DISEASE. AUTISM, NAUSEA VOMITING OR DIARRHEA,KIDNEY DISEASE, WEAK ERECTION. EYE TWITCHING PAINFUL OR IRREGULAR MENSTRUATION.Dr Akhigbe is a good man and he heal any body that come to him. here is email drrealakhigbe@gmail.com and his Number +2349010754824
ReplyDeleteLa gran medicina herbaria del Dr. imoloa es la cura perfecta para el virus del VIH, me diagnosticaron VIH durante 8 años y todos los días siempre busco investigaciones para encontrar la manera perfecta de deshacerme de esta terrible enfermedad porque siempre sé qué Necesitamos porque nuestra salud está en la tierra. Entonces, en mi búsqueda en Internet vi varios testimonios sobre cómo el Dr. imoloa puede curar el VIH con poderosas medicinas a base de hierbas. Decidí contactar a este hombre, lo contacté por medicamentos a base de hierbas que recibí a través del servicio de mensajería DHL. Y él me guió cómo. Le pedí una solución para tomar hierbas medicinales durante dos semanas. Y luego me ordenó que fuera a comprobar lo que estaba haciendo. Mírame (VIH NEGATIVO). Gracias a Dios por el Dr. Imoloa por usar un poderoso remedio a base de hierbas para curarme. también tiene cura para enfermedades como la enfermedad de parkison, cáncer de vagina, epilepsia, trastornos de ansiedad, enfermedades autoinmunes, dolor de espalda, esguinces, trastorno bipolar, tumores cerebrales malignos, bruxismo, bulimia, enfermedad del disco cervical, enfermedades cardiovasculares, enfermedades cardiovasculares, esguinces, trastorno bipolar, tumores cerebrales, maligno, bruxismo, bulimia, enfermedad del disco cervical, enfermedad cardiovascular, enfermedad cardiovascular, esguinces, trastorno bipolar, tumores cerebrales, maligno, bruxismo, bulimia, enfermedad del disco cervical, enfermedad cardiovascular, enfermedades respiratorias crónicas, mental y trastornos del comportamiento, fibrosis quística, hipertensión, diabetes, asma, artritis autoinmune. Enfermedad renal crónica, artritis, dolor de espalda, impotencia, espectro de alcohol feta, trastornos distímicos, eczema, cáncer de piel, tuberculosis, síndrome de fatiga crónica, estreñimiento, enfermedad inflamatoria intestinal, cáncer de huesos, cáncer de pulmón, llagas en la boca, cáncer oral, dolor corporal, fiebre, hepatitis ABC, sífilis, diarrea, enfermedad de Huntington, acné en la espalda, insuficiencia renal crónica, enfermedad de Addison, enfermedad crónica, enfermedad de Crohn, fibrosis quística, fibromialgia, enfermedad inflamatoria intestinal, enfermedad de las uñas por hongos, parálisis, enfermedad de Celia, linfoma, depresión mayor , melanoma maligno, manía, melorreostosis, enfermedad de Meniere, mucopolisacaridosis, esclerosis múltiple, distrofia muscular, artritis reumatoide, enfermedad de Alzheimer correo electrónico: drimolaherbalmademedicine@gmail.com.
ReplyDelete