Wednesday, November 4, 2015

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS “ Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas ”




Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa nifas ( puepurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra – hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. ( Askeb Ibu Masa Nifas, 2011 )
Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya. ( JHPEIGO, 2002 )
Masa nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi. ( Bennet dan Brown, 1999, P : 590 )
Pada masa nifas , ibu akan mengalami perubahan perasaan , dimana keadaan ini disebut Post Partum Blues. Post Partum Blues termasuk depresi ringan yang terjadi pada ibu-ibu setelah melahirkan. Sekitar 70% dari semua ibu yang melahirkan pernah mengalami Post Partum Blues (The NFC Foundation, 2000).
Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama ( Prawirohardjo, 2006 : 122 ).
                                 


B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada ibu nifas.
2. Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian postpartum.
b.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi postpartum.
c.       Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis postpartum.
d.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi postpartum.
e.       Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi postpartum
f.       Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi postpartum.
g.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan postpartum.
h.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan postpartum.
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Masa nifas ( postpartum / puerperium ) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Jadi, Puerpurium berarti masa setelah melahirkan bayi.
Masa nifas ( puerpurium ) yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. ( Asuhan Ibu Nifas AsKeb III )
Masa nifas ( puepurium ) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat – alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. ( AsKeb Ibu Masa Nifas )
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal. ( Barbara F. Weller, 2005 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah masa setelah kelahiran bayi pervaginam dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.

B. ETIOLOGI
1.    Penurunan kadar progesterone.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan ketentraman otot rahim.
2.    Penurunan kadar progesterone.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim.
3.    Keregangan otot-otot.
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4.    Pengaruh janin.
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa.
5.     Teori prostaglandin.
Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. ( Rustma Muchtar, 1998 )


C. MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan Sistem Reproduksi.
a. Involusi Uterus.
Adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk maupun posisi. ( AsKeb Ibu Masa Nifas, 2011 ) Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu.
Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan placenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan kejadian ini disebut iskemia.
Mengenai tinggi fundeus uterus dan berat uterus menurut masa involusi sebagai berikut :
1) Autoliysis
Autoliysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan, atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penuruna hormone estrogen dan progesterone. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibroelastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan placenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan deciduas akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin ( kontraksi )
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormone oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1 – 2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuscular segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut ( post partum haemorrhage )

b. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan decidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat membuat organism berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis / anyir seperti darah menstruasi. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea terdiri dari 4 jenis, yaitu :
·         Lochea Rubra / Merah ( cruentra )
Lochea ini muncul pada hari ke 1 – 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah, karena berisi darah segar, jaringan sisa – sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo ( rambut bayi ) dan mekonium.
·         Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 – 7.


·         Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan / laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 – 14 postpartum.
·         Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel decidua, sel epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati, bisa berlangsung selama 2 – 6 minggu postpartum.
·         Lochea purulenta
Apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
·         Locheostasis
Lochea yang tidak lancar.
Lochea serosa / alba yang berlanjut bisa menandakan adanya endometriosis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen.
Total jumlah rata – rata pembuangan Lochea kira – kira 8 – 9 oz atau sekitar 240 – 270 ml. ( Varney’s Midwifery )
c. Cervix
Warna serviks sendiri merah kehitam – hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang – kadang terdapat laserasi / perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama diatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh corpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara corpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2 – 3 jari, pada minggu ke 6 post partum serviks menutup.
d. Ovarium dan tuba fallopi
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbale balik dari sirklus menstruasi. Dimana dimulainya kembali proses ovulasi sehingga wanita bisa hamil kembali.
e. Vulva, vagina dan perineum.
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 – 8 minggu post partum. Penurunan hormone estrogen pada masa post partum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke – 4.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.

2. Perubahan Sistem Pencernaan :
            Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi progesterone. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal demikian karena inaktifitas motilitas usus karena kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena adanya luka episiotomy, pengeluaran cairan yang berlebihan waktu persalinan ( dehidrasi ), kurang makan, haemorrhoid. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain.

3. Perubahan Sistem Perkemihan
            Diuresis dapat terjadi setelah 2 – 3 hari post partum. Hal ini merupakan salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu post partum.
Pada awal post partum kandung kemih mengalami oedema, kongesti dan hipotonik, hal ini disebabkan karena adanya overdistensi pada saat kala II persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan karena adanya trauma saat persalinan berlangsung dan truma ini dapat berkurang setelah 24 jam post partum. Kadang – kadang oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering dan terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam puerpurium sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urineresidual ( normal 15 cc ). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan ( poliurie ) antara hari ke 2 dan ke 5, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang – kadang hematuri akibat proses katalik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot – otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurie akibat dari autolysis sel – sel otot.

4. Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionoc Gonadotropin ( HCG ) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum.
Penurunan Hormon Human Placental Lactogen ( HPL ), estrogen dan progesterone serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada nifas. Ibu diabetic biasanya membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari.
b. Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang ( posterior ), bekerja terhadap oto uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosi menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosim lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
d. Hormone Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesterone. Diantara wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45 % setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40 % menstruasi setelah 6 minggu, 65 % setelah 12 minggu dan 90 % setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80 % menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50 % siklus pertama anovulasi.

5. Perubahan Sistem Musculoskeletal
a. Dinding perut dan peritoneum.
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang – kadang pada wanita yang asthesis terjadi diastesis dari otot – otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan.
b. Kulit abdomen.
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur sampai berminggu – minggu atau bahkan berbulan – bulan yang dinamakan striae. Melalui latihan postnatal, otot – otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa minggu.
c. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan musculus rectus abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali normal.
d. Perubahan Ligament
Ligamen – ligament dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur – angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
e. Simpisis pubis
Meskipun relative jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang – kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Seringkali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sebagian wanita gejala tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan dan sebagian gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.

6. Perubahan Sistem Neurologi.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan.
7. Perubahan Sistem Integument.
Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
8. Perubahan Sistem Kekebalan.
Kebutuhan ibu untukmendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan. ( Bobak, 2005: 496 – 502 ).

6. Perubahan tanda – tanda vital
a. Suhu badan.
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit ( 37,5o C – 38o C ) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus urogenitalis atau system lain.
b. Nadi.
Pasca melahirkan bisa terjadi bradicardia perperial ( denyut nadinya mencapai 40 – 50 kali/menit). Bradycardia semacam itu bukan suatu indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai suatu tanda keadaan kesehatan. Denyut nadi yang melebihi 100 kali/menit adalah abnormal kemungkinan mengindikasikan adanya infeksi yang disebabkan adanya proses persalinan sulit atau perdarahan.
c. Tekanan darah.
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
d. Pernafasan.
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutiny, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.

7. Perubahan Sistem Cardiovasculer.
Cardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 postpartum.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila kelahiran seksio caesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah ( blood volume ) dan hematokrit ( haemoconcentration ). Bila persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio caesaria, cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba – tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan decompensation cordial pada penderita vitum cordial. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali normal, umumnya hal ini terjadi pada hari ke 3 – 5 postpartum.

8. Perubahan Sistem Hematologi.
Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viscositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah.
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, eritrosit berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan leukosit berkisar antara 25.000 – 30.000 merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama, dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah, volume plasma dan volume eritrosit. Pada 2 – 3 hari postpartum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2 % atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas berkisar antara 1500 ml. 200 – 500 ml hilang pada saat persalinan; 500 – 800 ml hilang pada minggu pertama postpartum dan 500 ml hilang pada saat masa nifas.

D. KLASIFIKASI
Nifas dibagi menjadi 3 periode, yaitu :
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan, dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tetapi bila selama hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa berlangsung lebih lama sampai tahunan.

E. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan – perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
      Otot – otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira – kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen – ligament dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali seperti sedia kala.

F. KOMPLIKASI
1. Klien postpartum komplikasi perdarahan.
Perdarahan masa nifas didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml pada saat kelahiran lewat vagina. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1)   Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2)   Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
       Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1)   Menghentikan perdarahan.
2)   Mencegah timbulnya syok.
3)   Mengganti darah yang hilang.
Penyebab umum perdarahan postpartum yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan, adalah :
1. Atonia uteri, yaitu uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.
Penanganan :
  • Teruskan pemijatan uterus.
  • Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan.
2. Robekan jalan lahir.
3. Retensio plasenta, tertinggalnya sebagian plasenta.
Penanganan :
  • Jika plasenta terlihat dalam vagina, minta ibu untuk mengedan.
  • Pastikan kandung kemih sudah kosong, jika perlu lakukan kateterisasi kandung kemih.
  • Jika plasenta belum lahir, berikan oksitosin 10 unit IM, jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
  • Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah sederhana.
  • Jika terdapat tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
4. Inversio uteri
5. Ruptur uteri.
Penyebab umum perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan, adalah :
1. Subinvolusi rahim.
2. Keropeng tempat plasenta.
3. Retensi fragmen plasenta.
2. Klien postpartum komplikasi infeksi.

2. Klien postpartum dengan komplikasi infeksi.
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan > 38o C tanpa mengitung hari pertama dan berturut – turut selama dua hari pada 10 hari pertama postpartum.
Kuman – kuman yang sering mengakibatkan infeksi, yaitu :
a. enterrococcus
b. streptococcus haemoliticus dan nonhaemoliticus
c. streptococcus anaerob
d. basil enteric
e. bakteri pseudodifteria
f. Spesies Niesseria selain Niesseria Gonore
g. Escherichia coli

3. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur.
Ibu dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan kabur dan nyeri epigastrik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau eklampsi pasca persalinan.

4. Pembengkakan diwajah atau ekstremitas.
Ibu postpartum yang mengalami bengkak pada ekstremitas bawah / kaki perlu diperiksa adanya varices, kemungkinan trombophlebitis dan perhatikan adanya edema pitting. Jika terdapat pembengkakan diwajah atau ekstremitas atas / tangan perlu diwaspadai gejala lain yang mengarah preeclampsia berat atau eklampsia pasca bersalin.

5. Demam, muntah, rasa sakit saar berkemih.
Ibu postpartum yang mengalami gejala disuria, sering kencing, nyeri supra pubic, nyeri perut kadang sampai muntah dan demam perlu dicurigau adanya infeksi saluran kemih. Pencegahannya dengan minum banyak minimal 3 liter / hari, jangan menahan BAK dan menjaga kebersihan genetalia.
Sistitis adalah infeksi kandung kencing dengan gejala disuria, sering kencing, nyeri supra / retro pubik dan nyeri perut. Pemberian antibiotic perlu dipertimbangkan dengan amoksisilin 500 mg/oral 3 kali sehari selama 3 hari atau trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) /oral 2 kali sehari selama 3 hari. Jika klien kambuhan diberikan profilaksis antibiotika peroral sekali sehari selama 2 minggu pascapersalinan dengan trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) atau amoksisilin 250 mg.
Pielonefritis adalah infeksi akut saluran kemih atas, dengan gejala disuria, sering kencing, nyeri supra/retro pubik, nyeri perut, nyeri pinggang, demam tinggi/menggigil, sakit didada, anoreksia dan mual muntah. Kadang ibu bisa sampai syok. Penanganannya :
  • Jika terjadi syok → penanganan syok.
  • Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dan pemberian antibiotika yang sesuai sampai bebas demam 2 hari.
  • Jika kultur tidak dapat dilakukan berikan antibiotika ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
  • Jika telah bebas demam 2 hari berikan amoksilin 1 gr/oral 3 kali sehari selama 14 hari.
  • Sebagai profilaksis antibiotika peroral sekali sehari selama 2 minggu pascapersalinan dengan trimetriprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) atau amoksisilin 250 mg.
  • Pemberian infuse dan paracetamol 500 mg/oral ( k/p )

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a.    Observasi ketat 2 jam post partum ( adanya komplikasi perdarahan )
b.    6 – 8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c.    Hari ke 1 – 2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
d.   Hari ke – 2 : mulai latihan duduk
e.    Hari ke – 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

2. Pemeriksaan penunjang. ( Siswosudarmo, 2008 )
-       Pemerikasaan umum: tensi, nadi, keluhan dan sebagainya.
-       Keadaan umum: TTV, selera makan, dll.
-       Payudara: air susu, putting.
-       Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
-       Sekres yang keluar atau lochea.
-       Keadaan alat kandungan.
Pemeriksaan penunjang post partum. ( Manjoer arif dkk, 2001 )
-       Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum
-       Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta.


BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. DATA FOKUS
1. Riwayat Kesehatan, meliputi :
a. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini, adakah afterpains, nyeri luka jahitan perineum, adakah perdarahan.
b. Riwayat kehamilan meliputi umur kehamilan serta riwayat penyakit yang menyertai.
c. Riwayat persalinan meliputi lama persalinan, GPA, proses persalinan, adakah komplikasi, laserasi atau episiotomi.
c. Riwayat obstetric terdahulu, adakah komplikasi saat nifas, apakah ibu menyusui bayinya secara eksklusif, adakah masalah waktu laktasi.
d. Riwayat KB, rencana ibu untuk KB selanjutnya.
e. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga, adakah penyakit menular maupun menurun.
f. Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari misalnya pola makan, BAK, BAB, personal hygiene, istirahat maupun mobilisasi.
g. Obat / suplemen yang dikonsumsi saat ini misalnya tablet besi.
h. Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang, kecemasan, kekhawatiran.
i. Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari – hari.
j. Bagaimana rencana menyusui nanti ( ASI eksklusif atau tidak) , rencana merawat bayi dirumah ( dilakukan ibu sendiri atau dibantu orangtua / mertua )
k. Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap ibu.
l. Pengetahuan ibu tentang nifas.
m. Adakah adat istiadat yang merugikan kesehatan pada masa nifas.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien dan kesadarannya.
2)
Ø  Tanda – tanda vital, meliputi : tekanan darah, suhu, nadi, dan pernafasan.
Ø  Antopometri, meliputi : tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan setelah hamil, dan total kenaikan berat badan.
3) Wajah.
·         Pucat atau tidak.
·         Chloasma gravidarum.
4) Mata, meliputi kondisi sclera dan konjungtiva.
5) Mulut dan gigi, meliputi adakah bau mulut, sariawan, caries, dan karang gigi.
6) Leher, meliputi adakah kelenjar gondok dan peningkatan tekanan JVP.
7) Payudara.
·         Bagaimanakah proses laktasinya.
·         Adakah pembesaran kelenjar / abses.
·         Bagaimana keadaan putting susu ( menonjol / mendatar, adakah nyeri dan lecet putting )
·         Kebersihan payudara.
·         ASI / colostrum apakah sudah keluar.
·         Adakah pembengkakan.
·         Adakah radang atau benjolan abnormal.
8) Abdomen.
·         Palpasi : ukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, posisi diastesis rekti.
·         Auskultasi : bising usus.
·         Kaji keluhan mules – mules ( hisroyen / his pengiring )
·         Kaji bentuk abdomen.
·         Kaji striae.
·         Kaji linea rubra.
·         Adakah bekas operasi.
9) Kandung kemih.
·         Adakah distensi urine.
·         Kandung kemih kosong / penuh.
10) Genetalia dan perineum.
·         Pengeluaran lochea ( jenis, warna, jumlah, bau )
·         Adakah oedema atau memar pada dinding vagina.
·         Adakah peradangan.
·         Adakah nyeri.
·         Kaji jahitan dan keadaan luka episiotomy.
·         Adakah nanah.
·         Tanda – tanda infeksi pada luka jahitan.
·         Kebersihan perineum.
·         Adakah hemorrhoid pada anus.
11) Ekstremitas bawah.
·         Pergerakan.
·         Adakah gumpalan darah pada otot kaki yang menyebabkan nyeri.
·         Adakah oedema dan varises.
·         Adakah human’s sign.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Nyeri akut b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
2. Resiko haemoragia b.d atonia uteri atau trauma.
3. Risiko tinggi infeksi b.d tindakan invasif, paparan lingkungan pathogen, penurunan Hb.
4.   Kekurangan volume cairan b.d pembatasan masukan cairan salama proses persalinan.
5. Ansietas b.d postpartum blues
6. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, karakteristik fisik payudara ibu.
7. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, efek – efek infuse oksitosin.
8. Kurangnya perawatan diri : mandi/kebersihan diri b.d keletihan.
9. Gangguan eliminasi BAK b.d distensi kandung kemih, perubahan-perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
10. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek – efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan, dan nyeri perineal.
11. Gangguan hubungan seksual b.d nyeri saat berhubungan seksual
12. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
13. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan dan adanya stressor.
14. Resiko distress spirit b.d kurangnya system dukungan keluarga.
15. Kurang pengetahuan b.d kurangnya sumber informasi.













C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No.
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Tindakan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Nyeri akut b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.

NOC :
  • Pain level.
  • Pain control.
  • Comfort level.
Kriteria Hasil :
  • Mampu mengontrol nyeri.
  • Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
  • Mampu mengenali nyeri.
  • Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
NIC :
Pain management
-          Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, ferkuensi, kualitas, dan factor pesipitasi.
-          Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-          Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-          Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-          Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
-          Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.


BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
  1. Masa nifas ( puerpurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Retno Setyo, Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Sujiyatini, Nurjanah, Kurniati Ana. 2010. ASUHAN IBU NIFAS ASKEB III. Yogyakarta : Cyrillus Publisher
Handayani Sri. 2011. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
 

No comments:

Post a Comment