“ Asuhan
Keperawatan Pada Ibu Nifas ”
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa nifas ( puepurium ) adalah masa pulih kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra
– hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. ( Askeb Ibu Masa Nifas, 2011 )
Masa nifas
dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
berikutnya. ( JHPEIGO, 2002 )
Masa nifas tidak
kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan,
dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi. ( Bennet dan Brown,
1999, P : 590 )
Pada
masa nifas , ibu akan mengalami perubahan perasaan , dimana keadaan ini disebut
Post Partum Blues. Post Partum Blues termasuk depresi ringan yang terjadi pada
ibu-ibu setelah melahirkan. Sekitar 70% dari semua ibu yang melahirkan pernah
mengalami Post Partum Blues (The NFC Foundation, 2000).
Asuhan masa
nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis.
Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama ( Prawirohardjo,
2006 : 122 ).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana
asuhan keperawatan pada ibu nifas.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami pengertian postpartum.
b. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami etiologi postpartum.
c. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis postpartum.
d. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami klasifikasi postpartum.
e. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami patofisiologi postpartum
f. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami komplikasi postpartum.
g. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan postpartum.
h. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan postpartum.
BAB
II
KONSEP
DASAR
A. PENGERTIAN
Masa nifas ( postpartum / puerperium ) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
“Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Jadi, Puerpurium berarti masa setelah
melahirkan bayi.
Masa nifas ( puerpurium ) yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas
ini yaitu 6 – 8 minggu. ( Asuhan Ibu Nifas AsKeb III )
Masa nifas ( puepurium ) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat –
alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. ( AsKeb Ibu Masa Nifas )
Masa nifas adalah periode sekitar 6
minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali
kepada kondisi normal. ( Barbara F. Weller, 2005 )
Jadi dapat
disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah masa setelah kelahiran bayi
pervaginam dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali seperti semula
tanpa adanya komplikasi.
B. ETIOLOGI
1.
Penurunan
kadar progesterone.
Progesteron
menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan
ketentraman otot rahim.
2. Penurunan kadar progesterone.
Pada
akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi
otot rahim.
3.
Keregangan
otot-otot.
Dengan majunya kehamilan makin
regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4.
Pengaruh
janin.
Hypofisis
dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena
itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa.
5.
Teori
prostaglandin.
Teori
prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab
permulaan persalinan. ( Rustma Muchtar, 1998 )
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan Sistem Reproduksi.
a. Involusi Uterus.
Adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
baik dalam bentuk maupun posisi. ( AsKeb Ibu Masa Nifas, 2011 ) Proses involusi
berlangsung sekitar 6 minggu.
Selama proses involusi, uterus
menipis dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan endometrium baru.
Setelah kelahiran bayi dan placenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga
sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan kejadian ini disebut iskemia.
Mengenai tinggi fundeus uterus dan berat uterus
menurut masa involusi sebagai berikut :
1) Autoliysis
Autoliysis merupakan proses
penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik
akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan, atau
dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi
yang berlebihan hal ini disebabkan karena penuruna hormone estrogen dan
progesterone. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga
tertinggal jaringan fibroelastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan
adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan placenta.
Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan deciduas akan
mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin ( kontraksi )
Intensitas kontraksi uterus
meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormone
oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis.
Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses
ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu
untuk sembuh total.
Selama 1 – 2 jam pertama post
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena
itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuscular
segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
Bila uterus tidak mengalami atau
terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi
dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut
( post partum haemorrhage )
b. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim
selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan decidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat
membuat organism berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochea mempunyai bau amis / anyir seperti darah menstruasi.
Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea terdiri dari 4
jenis, yaitu :
·
Lochea Rubra / Merah (
cruentra )
Lochea ini muncul pada hari ke 1 –
4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah, karena berisi darah
segar, jaringan sisa – sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (
rambut bayi ) dan mekonium.
·
Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah
kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 – 7.
·
Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning
kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan / laserasi plasenta.
Muncul pada hari ke 7 – 14 postpartum.
·
Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel decidua, sel epitel,
selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati, bisa berlangsung selama
2 – 6 minggu postpartum.
·
Lochea purulenta
Apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
·
Locheostasis
Lochea yang tidak lancar.
Lochea serosa / alba yang berlanjut
bisa menandakan adanya endometriosis, terutama jika disertai demam, rasa sakit
atau nyeri tekan pada abdomen.
Total jumlah rata – rata pembuangan
Lochea kira – kira 8 – 9 oz atau sekitar 240 – 270 ml. ( Varney’s Midwifery )
c. Cervix
Warna
serviks sendiri merah kehitam – hitaman karena penuh pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang – kadang terdapat laserasi / perlukaan kecil.
Karena robekan kecil yang terjadi selama diatasi, serviks tidak pernah kembali
pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh
corpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada perbatasan antara corpus uteri dan serviks terbentuk cincin.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara
bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim, setelah
2 jam dapat dimasuki 2 – 3 jari, pada minggu ke 6 post partum serviks menutup.
d.
Ovarium dan tuba fallopi
Setelah
kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga
menimbulkan mekanisme timbale balik dari sirklus menstruasi. Dimana dimulainya
kembali proses ovulasi sehingga wanita bisa hamil kembali.
e.
Vulva, vagina dan perineum.
Vulva
dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 – 8 minggu post partum.
Penurunan hormone estrogen pada masa post partum berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar
minggu ke – 4.
Segera
setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum
sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur
dari pada keadaan sebelum melahirkan.
2.
Perubahan Sistem Pencernaan :
Setelah kelahiran plasenta, maka
terjadi pula penurunan produksi progesterone. Sehingga hal ini dapat
menyebabkan heartburn dan konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama.
Kemungkinan terjadi hal demikian karena inaktifitas motilitas usus karena
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan
defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena adanya luka
episiotomy, pengeluaran cairan yang berlebihan waktu persalinan ( dehidrasi ),
kurang makan, haemorrhoid. Supaya buang air besar kembali teratur dapat
diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang
cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong
dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang
lain.
3.
Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2 – 3
hari post partum. Hal ini merupakan salah satu pengaruh selama kehamilan dimana
saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4
minggu post partum.
Pada awal post partum kandung kemih mengalami
oedema, kongesti dan hipotonik, hal ini disebabkan karena adanya overdistensi
pada saat kala II persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama proses
persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan karena adanya trauma saat
persalinan berlangsung dan truma ini dapat berkurang setelah 24 jam post
partum. Kadang – kadang oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga sering dan terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam puerpurium
sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih
penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urineresidual ( normal 15
cc ). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan
terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2
minggu. Urine biasanya berlebihan ( poliurie ) antara hari ke 2 dan ke 5, hal
ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam
kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang – kadang hematuri akibat proses
katalik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang
disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot – otot rahim
dan karena kelaparan. Proteinurie akibat dari autolysis sel – sel otot.
4.
Perubahan Sistem Endokrin
a.
Hormon Plasenta
Hormon
plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionoc Gonadotropin ( HCG ) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum.
Penurunan
Hormon Human Placental Lactogen ( HPL
), estrogen dan progesterone serta plasental
enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada nifas. Ibu diabetic biasanya membutuhkan
insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari.
b.
Hormon Pituitary
Prolaktin
darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2
minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3,
dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c.
Hormon Oksitosin
Oksitosin
dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang ( posterior ), bekerja
terhadap oto uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
oksitosi menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas
otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah
perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi
merangsang keluarnya oksitosim lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk
normal dan pengeluaran air susu.
d.
Hormone Pituitary Ovarium
Untuk
wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan
menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan
progesterone. Diantara wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama
6 minggu dan 45 % setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40 %
menstruasi setelah 6 minggu, 65 % setelah 12 minggu dan 90 % setelah 24 minggu.
Untuk wanita laktasi 80 % menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang
tidak laktasi 50 % siklus pertama anovulasi.
5.
Perubahan Sistem Musculoskeletal
a.
Dinding perut dan peritoneum.
Setelah
persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya
pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang – kadang pada wanita yang asthesis terjadi
diastesis dari otot – otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding
perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit.
Tempat yang lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan.
b.
Kulit abdomen.
Kulit
abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur
sampai berminggu – minggu atau bahkan berbulan – bulan yang dinamakan striae.
Melalui latihan postnatal, otot – otot dari dinding abdomen seharusnya dapat
normal kembali dalam beberapa minggu.
c.
Striae
Striae
pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis
lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi
pemisahan musculus rectus abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian
keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa
lama tonus otot kembali normal.
d.
Perubahan Ligament
Ligamen
– ligament dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
partus, setelah janin lahir, berangsur – angsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan
letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan
penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
e.
Simpisis pubis
Meskipun
relative jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab
utama morbiditas maternal dan kadang – kadang penyebab ketidakmampuan jangka
panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis
disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur atau saat berjalan.
Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Seringkali klien tidak mampu berjalan tanpa
bantuan. Sebagian wanita gejala tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau
bulan dan sebagian gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.
6.
Perubahan Sistem Neurologi.
Rasa
tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita
melahirkan.
7.
Perubahan Sistem Integument.
Hiperpigmentasi
diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
8.
Perubahan Sistem Kekebalan.
Kebutuhan
ibu untukmendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh
ditetapkan. ( Bobak, 2005: 496 – 502 ).
6.
Perubahan tanda – tanda vital
a.
Suhu badan.
24
jam post partum suhu badan akan naik sedikit ( 37,5o C – 38o
C ) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan
ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu
tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus
urogenitalis atau system lain.
b.
Nadi.
Pasca
melahirkan bisa terjadi bradicardia
perperial ( denyut nadinya mencapai 40 – 50 kali/menit). Bradycardia
semacam itu bukan suatu indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai suatu
tanda keadaan kesehatan. Denyut nadi yang melebihi 100 kali/menit adalah
abnormal kemungkinan mengindikasikan adanya infeksi yang disebabkan adanya
proses persalinan sulit atau perdarahan.
c.
Tekanan darah.
Biasanya
tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan
terjadinya preeklampsi postpartum.
d.
Pernafasan.
Keadaan
pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutiny, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas.
7.
Perubahan Sistem Cardiovasculer.
Cardiac
output meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala III ketika
volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama
postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 postpartum.
Pada
persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila kelahiran
seksio caesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri
dari volume darah ( blood volume )
dan hematokrit ( haemoconcentration
). Bila persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio caesaria,
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6 minggu.
Setelah
persalinan, shunt akan hilang dengan tiba – tiba. Volume darah ibu relative
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat
menimbulkan decompensation cordial
pada penderita vitum cordial.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali normal, umumnya hal ini terjadi
pada hari ke 3 – 5 postpartum.
8.
Perubahan Sistem Hematologi.
Pada
hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viscositas
sehingga meningkatkan factor pembekuan darah.
Leukositosis
mungkin terjadi selama persalinan, eritrosit berkisar 15.000 selama persalinan.
Peningkatan leukosit berkisar antara 25.000 – 30.000 merupakan manifestasi
adanya infeksi pada persalinan lama, dapat meningkat pada awal nifas yang
terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah, volume plasma dan volume
eritrosit. Pada 2 – 3 hari postpartum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2
% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas berkisar
antara 1500 ml. 200 – 500 ml hilang pada saat persalinan; 500 – 800 ml hilang
pada minggu pertama postpartum dan 500 ml hilang pada saat masa nifas.
D. KLASIFIKASI
Nifas
dibagi menjadi 3 periode, yaitu :
1.
Puerperium dini, yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan, dalam agama islam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2.
Puerperium intermedial, yaitu
kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3.
Remote puerperium, yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan.
Tetapi bila selama hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa
berlangsung lebih lama sampai tahunan.
E. PATOFISIOLOGI
Dalam
masa post partum, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genetal
ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi
perubahan – perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi
yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis
terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot – otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh – pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan – perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin. Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira – kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3
minggu. Ligamen – ligament dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali
seperti sedia kala.
F. KOMPLIKASI
1.
Klien postpartum komplikasi perdarahan.
Perdarahan
masa nifas didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml pada saat
kelahiran lewat vagina. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam
pertama setelah bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari
24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Penyebab umum perdarahan postpartum yang terjadi
setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan, adalah :
1.
Atonia uteri, yaitu uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.
Penanganan
:
- Teruskan pemijatan uterus.
- Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan.
2.
Robekan jalan lahir.
3.
Retensio plasenta, tertinggalnya sebagian plasenta.
Penanganan
:
- Jika plasenta terlihat dalam vagina, minta ibu untuk mengedan.
- Pastikan kandung kemih sudah kosong, jika perlu lakukan kateterisasi kandung kemih.
- Jika plasenta belum lahir, berikan oksitosin 10 unit IM, jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
- Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah sederhana.
- Jika terdapat tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
4.
Inversio uteri
5.
Ruptur uteri.
Penyebab
umum perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan,
adalah :
1.
Subinvolusi rahim.
2.
Keropeng tempat plasenta.
3.
Retensi fragmen plasenta.
2.
Klien postpartum komplikasi infeksi.
2.
Klien postpartum dengan komplikasi infeksi.
Infeksi
kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas
oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan > 38o
C tanpa mengitung hari pertama dan berturut – turut selama dua hari pada 10
hari pertama postpartum.
Kuman
– kuman yang sering mengakibatkan infeksi, yaitu :
a.
enterrococcus
b.
streptococcus haemoliticus dan nonhaemoliticus
c.
streptococcus anaerob
d.
basil enteric
e.
bakteri pseudodifteria
f.
Spesies Niesseria selain Niesseria Gonore
g.
Escherichia coli
3.
Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur.
Ibu
dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan
kabur dan nyeri epigastrik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau
eklampsi pasca persalinan.
4.
Pembengkakan diwajah atau ekstremitas.
Ibu
postpartum yang mengalami bengkak pada ekstremitas bawah / kaki perlu diperiksa
adanya varices, kemungkinan
trombophlebitis dan perhatikan adanya edema pitting. Jika terdapat pembengkakan
diwajah atau ekstremitas atas / tangan perlu diwaspadai gejala lain yang
mengarah preeclampsia berat atau eklampsia pasca bersalin.
5.
Demam, muntah, rasa sakit saar berkemih.
Ibu
postpartum yang mengalami gejala disuria, sering kencing, nyeri supra pubic, nyeri perut kadang sampai
muntah dan demam perlu dicurigau adanya infeksi saluran kemih. Pencegahannya
dengan minum banyak minimal 3 liter / hari, jangan menahan BAK dan menjaga
kebersihan genetalia.
Sistitis
adalah infeksi kandung kencing dengan gejala disuria, sering kencing, nyeri
supra / retro pubik dan nyeri perut. Pemberian antibiotic perlu dipertimbangkan
dengan amoksisilin 500 mg/oral 3 kali sehari selama 3 hari atau
trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) /oral 2 kali sehari selama 3 hari.
Jika klien kambuhan diberikan profilaksis antibiotika peroral sekali sehari
selama 2 minggu pascapersalinan dengan trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg
) atau amoksisilin 250 mg.
Pielonefritis
adalah infeksi akut saluran kemih atas, dengan gejala disuria, sering kencing,
nyeri supra/retro pubik, nyeri perut, nyeri pinggang, demam tinggi/menggigil,
sakit didada, anoreksia dan mual muntah. Kadang ibu bisa sampai syok.
Penanganannya :
- Jika terjadi syok → penanganan syok.
- Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dan pemberian antibiotika yang sesuai sampai bebas demam 2 hari.
- Jika kultur tidak dapat dilakukan berikan antibiotika ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
- Jika telah bebas demam 2 hari berikan amoksilin 1 gr/oral 3 kali sehari selama 14 hari.
- Sebagai profilaksis antibiotika peroral sekali sehari selama 2 minggu pascapersalinan dengan trimetriprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) atau amoksisilin 250 mg.
- Pemberian infuse dan paracetamol 500 mg/oral ( k/p )
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan
Medis
a. Observasi ketat
2 jam post partum ( adanya komplikasi perdarahan )
b. 6 – 8 jam pasca
persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c. Hari ke 1 – 2 :
memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan
payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi
tentang senam nifas.
d. Hari ke – 2 : mulai latihan duduk
e. Hari ke – 3 : diperkenankan latihan
berdiri dan berjalan
2. Pemeriksaan penunjang. (
Siswosudarmo, 2008 )
-
Pemerikasaan
umum: tensi, nadi, keluhan dan sebagainya.
-
Keadaan
umum: TTV, selera makan, dll.
-
Payudara:
air susu, putting.
-
Dinding
perut, perineum, kandung kemih, rectum.
-
Sekres
yang keluar atau lochea.
-
Keadaan
alat kandungan.
Pemeriksaan
penunjang post partum. ( Manjoer arif dkk, 2001 )
-
Hemoglobin,
hematokrit, leukosit, ureum
-
Ultra
sosografi untuk melihat sisa plasenta.
BAB
III
KONSEP
KEPERAWATAN
A. DATA FOKUS
1. Riwayat Kesehatan, meliputi :
a. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini, adakah afterpains, nyeri luka jahitan perineum,
adakah perdarahan.
b. Riwayat kehamilan meliputi umur kehamilan serta
riwayat penyakit yang menyertai.
c. Riwayat persalinan meliputi lama persalinan, GPA,
proses persalinan, adakah komplikasi, laserasi atau episiotomi.
c. Riwayat obstetric terdahulu, adakah komplikasi
saat nifas, apakah ibu menyusui bayinya secara eksklusif, adakah masalah waktu
laktasi.
d. Riwayat KB, rencana ibu untuk KB selanjutnya.
e. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga, adakah
penyakit menular maupun menurun.
f. Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari – hari misalnya pola makan, BAK, BAB, personal hygiene,
istirahat maupun mobilisasi.
g. Obat / suplemen yang dikonsumsi saat ini misalnya
tablet besi.
h. Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran
bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati
yang dirasakan ibu sekarang, kecemasan, kekhawatiran.
i. Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan
perawatan bayi sehari – hari.
j. Bagaimana rencana menyusui nanti ( ASI eksklusif
atau tidak) , rencana merawat bayi dirumah ( dilakukan ibu sendiri atau dibantu
orangtua / mertua )
k. Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap
ibu.
l. Pengetahuan ibu tentang nifas.
m. Adakah adat istiadat yang merugikan kesehatan
pada masa nifas.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien dan kesadarannya.
2)
Ø Tanda
– tanda vital, meliputi : tekanan darah, suhu, nadi, dan pernafasan.
Ø Antopometri,
meliputi : tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan setelah hamil,
dan total kenaikan berat badan.
3) Wajah.
·
Pucat atau tidak.
·
Chloasma gravidarum.
4) Mata, meliputi kondisi sclera dan konjungtiva.
5)
Mulut dan gigi, meliputi adakah bau mulut, sariawan, caries, dan karang gigi.
6) Leher, meliputi adakah kelenjar gondok dan peningkatan
tekanan JVP.
7) Payudara.
·
Bagaimanakah proses
laktasinya.
·
Adakah pembesaran
kelenjar / abses.
·
Bagaimana keadaan putting
susu ( menonjol / mendatar, adakah nyeri dan lecet putting )
·
Kebersihan payudara.
·
ASI / colostrum apakah sudah
keluar.
·
Adakah pembengkakan.
·
Adakah radang atau
benjolan abnormal.
8) Abdomen.
·
Palpasi : ukur tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus, posisi diastesis
rekti.
·
Auskultasi : bising
usus.
·
Kaji keluhan mules –
mules ( hisroyen / his pengiring )
·
Kaji bentuk abdomen.
·
Kaji striae.
·
Kaji linea rubra.
·
Adakah bekas operasi.
9) Kandung kemih.
·
Adakah distensi urine.
·
Kandung kemih kosong /
penuh.
10) Genetalia dan perineum.
·
Pengeluaran lochea (
jenis, warna, jumlah, bau )
·
Adakah oedema atau
memar pada dinding vagina.
·
Adakah peradangan.
·
Adakah nyeri.
·
Kaji jahitan dan
keadaan luka episiotomy.
·
Adakah nanah.
·
Tanda – tanda infeksi
pada luka jahitan.
·
Kebersihan perineum.
·
Adakah hemorrhoid pada
anus.
11) Ekstremitas bawah.
·
Pergerakan.
·
Adakah gumpalan darah
pada otot kaki yang menyebabkan nyeri.
·
Adakah oedema dan
varises.
·
Adakah human’s sign.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri
akut b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek –
efek hormonal.
2. Resiko haemoragia b.d atonia
uteri atau trauma.
3. Risiko tinggi infeksi b.d
tindakan invasif, paparan lingkungan pathogen, penurunan Hb.
4. Kekurangan
volume cairan b.d pembatasan masukan cairan salama proses persalinan.
5. Ansietas b.d postpartum blues
6. Menyusui in efektif b.d tingkat
pengetahuan, karakteristik fisik payudara ibu.
7. Kelebihan volume cairan b.d
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, efek – efek infuse oksitosin.
8. Kurangnya perawatan diri :
mandi/kebersihan diri b.d keletihan.
9. Gangguan eliminasi BAK b.d distensi kandung kemih,
perubahan-perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
10. Konstipasi b.d penurunan tonus
otot, efek – efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan,
dan nyeri perineal.
11. Gangguan hubungan seksual b.d
nyeri saat berhubungan seksual
12. Gangguan pola tidur b.d respon
hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan
kelahiran melelahkan.
13. Perubahan menjadi orang tua b.d
kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan dan
adanya stressor.
14. Resiko distress spirit b.d
kurangnya system dukungan keluarga.
15. Kurang
pengetahuan b.d kurangnya sumber informasi.
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
Tindakan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
||
1.
|
Nyeri akut b.d trauma mekanik,
edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
|
NOC
:
Kriteria
Hasil :
|
NIC
:
Pain
management
-
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, ferkuensi, kualitas, dan
factor pesipitasi.
-
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
-
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-
Berikan analgetik untuk mengurangi
rasa nyeri
-
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
|
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Masa nifas ( puerpurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.
DAFTAR
PUSTAKA
Retno
Setyo, Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan
Ibu Masa Nifas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Sujiyatini,
Nurjanah, Kurniati Ana. 2010. ASUHAN IBU
NIFAS ASKEB III. Yogyakarta : Cyrillus Publisher
Handayani
Sri. 2011. Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta : Gosyen Publishing
Mitayani.
2009. Asuhan Keperawatan Maternitas.
Jakarta : Salemba Medika
No comments:
Post a Comment